Senin, 05 Juni 2017

Kajian Etno-Ekologi Mengenai Sumber Air



Bukan Sembarang Air di Dalam Sumur
(Kajian Etno-Ekologi Mengenai Sumber Air bagi Masyarakat Desa Honggosoco, Jekulo, Kudus)

Siti Islamiyah
Pend. Sosiologi dan Antropologi, FIS, UNNES

Masyarakat mengartikan dirinya bagian dari lingkungan alam. Manusia akan selalu bergantung pada alam dalam pemenuhan kebutuhan dan akan mempengaruhi perilakunya sehari-hari. Dari lingkungan tersebut, masyarakat akan memberikan bentuk perilaku-perilaku tertentu terhadap lingkungannya yang menjadikannya khas. Masyarakat akan memiliki pemaknaan yang berbeda-beda terhadap lingkungannya. Oleh sebab itu, kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat, akan berbeda dengan masyarakat lainnya.
Dalam pembahasa ini, akan coba mengulas bagaimana masyarakat honggosoco memberikan pemaknaan tersendiri terhadap sumber air dari sumur. Sumur ini dikenal oleh masyarakat sebagai sumur bandung. Tidak jauh berbeda dengan sumur pada umumnya, sumur bandung ini juga memiliki bentuk yang sama dengan sumur lainnya. Rasa, bentuk, warna dan aroma dari air di sumur bandung ini juga tidak memiliki perbedaan dengan air sumur pada umumnya. Hanya saja sumur bandung ini tidak pernah surut dan dimaknai berlakukan berbeda dengan sumur lainnya, dimana air dalam sumur ini tidak pernah diambil untuk di konsumsi sehari-hari. Air dalam sumur bandung ini dijadikan obat bagi masayarakat setempat untuk menyembuhkan sebuah penyakit. Masyarakat percaya, barang siapa yang memiliki penyakit yang sulit untuk disembuhkan, maka akan sembuh dengan meminum atau menggunakan sumber air tersebut, meskipun terkadang tidak memberikan bukti nyata bagi masyarakat.
Untuk mendapatkan air sumur ini sangatlah mudah. Dikarenakan air didalam sumur ini tidak pernah surut dan ketinggian airnya mencapai permukaan sumur, maka masyarakt hanya perlu mengambilnya dengan gayung atau benda lainnya. Setelah mendapatkan air tersebut, mereka bisa langsung meminumnya atau mengusapkannya pada anggota badannya. Cara pengobatan dengan menggunakan air ini tergantung pada si penderita, apakah ingin meminumnya atau mengoleskannya pada tubuh.
Melihat fenomena diatas, dapat dikaji menggunakan pendekatan etno-ekologi. Etno-ekologi memberikan gambaran bahwa adanya pemaknaan tertentu dari suatu masyarakat terhadap lingkungan berdasarkan linguistik. Kajian etno-ekologi yang menjadi pokok pikirannya adalah manusia dan ekologi yang merupakan jembatan menghubungkan antara ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan kemasyarakatan (Daldjoeni:1982). Hal ini menjadikan manusa tidak bisa dipisahkan dengan ekologi atau lingkungannya.
Kondisi ekologi akan selalu dipengaruhi dengan aktivitas manusia. Dengan pengetahuan  sosiologi  dapat  menganalisis  dan  menjelaskan  bagaimana  hubungan  antar‐manusia  tersebut  memanfaatkan  alam  lingkungannya  dan  dapat  menjelaskan  interelasi  suatu  wilayah  dengan  wilayah  lainnya  (Sumaatmadja:1981). Hal ini memberikan pengertian tentang bagaimana perilaku-perilaku manusia dalam mengatur ketentraman dan keamanan hubungan antar manusia atau hubungan manusia dengan alam.
Sumber air dari sebuah sumur bandung diartikan berbeda dari air sumur pada umumnya. Hal ini menjadikan masyarakt mengenal adanya hubungan antara air tersebut dengan kelestarian hidupnya, bukan dalam hal biologis melainkan dalam hal lebih. Hal lebih disini diartikan sebagai pemaknaan lebih dari sebuah air yang biasanya dijadikan konsumsi sehari-hari, tetapi pada masyarakat honggosoco tidak menjadikan sebagai sebuah konsumsi sehari-hari. Mereka menganggap ada hal “mistik” dalam air tersebut, hingga memaknai air tersebut sebagai obat dan hanya dijadikan sebagai obat.
Daftar Pustaka
Daldjoeni, N.  1982.  Pengantar  Geografi  untuk  Mahasiswa  dan  Guru  Sekolah. Bandung: Penerbit Alumni.
Sumaatmadja, Nursid. 1981. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa  Keruangan. Bandung: Penerbit Alumni.
Hilmanto, Rudi. 2010. Etonoekologi. Bandar Lampung: Penerbit Universitas Lampung